Pages

Wednesday, November 7, 2012

Sebuah Perenungan: Menyederhanakan yang Tak Sederhana

Sesungguhnya hidup akan lebih mudah dan indah apabila kita mampu menyederhanakan segala persoalan. Pertanyaannya bisakah aku, kamu, kita ataupun kalian melakukannya? Seharusnya kita semua bisa. Mengapa? Karena tak ada yang tak mungkin bagi hati yang berkemauan.

Apabila kita dihadapkan pada persoalan yang pelik dan rumit dan kita ingin menyerderhanakannya maka mungkin saja langkah yang harus kita tempuh juga akan sama rumitnya bahkan terkadang akan lebih rumit. Namun sesungguhnya tak ada yang rumit bila kita mau berpikir jernih dengan nalar dan akal yang sehat. Kuncinya adalah ketenangan jiwa. Sebaiknya tidak terburu nafsu dan segera mengambil keputusan saat kita berada dalam kondisi panik. Step back, mundur sejenak, tarik nafas dalam-dalam, berusahalah untuk relax dan renungkanlah. Redakan terlebih dahulu gejolak emosi yang melanda. Saat kondisi jiwa kita mulai tenang maka segala logika akan tampak nyata. Logika akan menuntun kita untuk melihat segala sesuatunya secara utuh. Jika kita bisa melihat gambaran penuh atas setiap persoalan maka tak akan ada lagi kerumitan. Kita akan mampu menguraikan segala macam bentuk kekusutan dan membuatnya menjadi sebuah simpul sederhana.

Semudah itukah?
Hmmm... iya asal kau berkemauan dan bisa setenang mungkin. Itulah mengapa orang yang arif kebanyakan memiliki kepribadian tenang laksana telaga yang sunyi, nyaris seperti tak memiliki persoalan saja mereka kelihatannya. Namun sesungguhnya tak ada manusia yang tak memiliki problema. Semuanya pasti punya persoalan hanya saja bagaimana cara mereka menyikapinya.

Namun benarkah bahwa setiap persoalan dapat disederhanakan?
Mungkin saja. Mengapa? Karena kadang kala ada persoalan yang memang sama sekali tak akan bisa kita urai, tak bisa dilogika, apalagi dicari jalan keluarnya. Namun kita masih bisa membuatnya menjadi lebih sederhana. Bagaimana caranya? Sebenarnya sederhana saja. Kuncinya doa dan sabar. Biarkan saja. Diamkan saja. Tak usah kau anggap itu sebagai masalah. Berpasrah dan berserah diri sepenuhnya pada Rabb Yang Maha Kuasa. Yakinlah persoalanmu akan terurai dengan sendirinya. Biarkan Dia yang menjawab dan menyelesaikannya. Kadang kala memang hanya itu langkah yang mungkin dan bisa kita tempuh. Karena kita hanya hamba yang memiliki keterbatasan. Biarkanlah tangan-Nya yang bekerja. Sederhana bukan? Lalu mengapa kau masih saja menganggapnya rumit? Semuanya menjadi sedemikian sederhana bukan?

Namun tunggu dulu. Tak semua orang bisa seperti ini. Tak sedikit pula orang yang justru punya kecenderungan untuk selalu memperumit masalah. Mereka akan membuat setiap persoalan menjadi semakin rumit dan bertele-tele. Hal yang paling sepelepun bisa jadi teramat sangat rumit dan pelik bagi mereka. Ribet sekali tampaknya. Bisa kau bayangkan betapa teramat sangat pelik dan menyedihkan kehidupan mereka ini. Hidup mereka layaknya seperti bencana saja. Penuh keluh kesah tanpa henti. Merana sekali tampaknya. Tersenyumpun akan terasa susah dan andaipun bisa akan tampak saja pahit rupanya.

Aku yakin kalian pasti tak mau masuk ke golongan orang-orang ini bukan?
Nah tunggu apalagi? Jika kalian ingin berbahagia dan hidup penuh ketenangan, mulailah untuk menyederhanakan segala hal. Mulailah dari hal yang kecil. Mulailah dari sekarang. Meski kadang kala harus kita akui bahwa menyederhanakan itu tak sederhana. Namun janganlah pula kau bilang rumit bilamana kau belum pernah mencobanya. Let's live our life in simply and happily way. Let's live it 'till the fullest.

Saturday, September 22, 2012

God Had Sent You With A Purpose (A Note to Everyone Who Had Left Something Good Into My Life)

Did you believe that whenever God sends someone to come into your life, He has a purpose? I do believe it. Yeah, that's true; and how about you? Do you believe it as well?

Whenever I looked back to the past then I do realize that everyone who has comes into my life has left something personal. Several had left something really worth to remind and special although sometimes it's just a small thing to remember or even at some points it's meaningless but at least there is something left.

I don't know why suddenly this day I really want to write this post. Yeaah, I want to write something about you although in reality I don't think that you even remembered that you had ever entered my life hehehe... But It's fine. It's just a short period of my life. Our togetherness had been took place only in a short time. But there is something really special that you had left it for me.

You always say that in life we should create something special, nailed it down, crafted it, make something huge so that in the future once you died everybody will always remember your name. Of course what we talked over here is about creating something positive and meaningful to others.

You had taught me is on how we should live our life until the fullest. Otherwise we won't be able to enjoy our life in joyful way. Live like you will live forever ever and after, like you won't be dead at all. Live your dream limitless. Whenever you have a dream you should make a picture of it, set up your mind set into it then create a pathway to seize it.

Last but not least, how far you had went away or run through, you must remember our life in this world is just temporary phase while our eternity future awaits (akhirat kampung kembali). As a moslem we must fulfill our responsibility to pray 5 times a day and complete it with sunnah worship. Our prophet Muhammad has left a message to us, If you want to be safe and get salvation then you should follow Al Quran and As Sunnah.

Lastly, I want to say Alhamdulillah and thank you to all of you who had left something worth in my life. May Alloh's blessing will always be with you. Baarokalloh....

Sunday, September 9, 2012

Over The Rainbow: My Adventure to Find Out The Rainbow Cake

I bet all of you had ever heard about "Rainbow Cake", a cake which has rainbow color, very attractive and looks so delicious. It has been several months I felt so curious about this kind of cake as I wasn't able to find it all around Lippo Karawaci. Sometimes this cake also became a tending topic among my office colleagues during lunch time.

Can you imagine guys, my curiosity had became untenable day by day. I felt like freaking lady whenever passed by a bakery store. I always looked through and try to find out whether they sell this "Rainbow Cake" or not. You might bet the answer. Yes, you're right guys!  
"Sorry we are not selling this kind of cake".
This always had been their answer. Yeaaaaah, it think my adventure is not going to be ended up soon unless I change the place where I should search.

Yesterday I went out to Jakarta to meet one of my close friend. I told her my curiosity regarding this "Rainbow Cake".
She just laughed and said, "Hay... common you live nearby Jakarta and had never ever tasted this cake while in reality it's easy to find everywhere"
"I knew it but did you know none over Lippo Karawaci!" I told her.
"Oh really??? How come???" She is surprised.
"Yeah, that's true!"
"Okay, then today we will find it for you"
"Yippiee, but please I want the best one."
"Yeah, I heard that in Union, Plaza Senayan, they had this cake and it's the best one."

Then we go to Plaza Senayan to search "Union Cafe" and expecting to get this cake there. Unfortunately once we arrived there, they said that they didn't make and sell it. Before leaving Union, we tried to look around and saw that this cafe is really full and crowded, seems that the cake and service is really good. I think that's the reason why this cafe is so famous and lots of people want to come over again and again but you should prove it by yourself as it was just my assumption, since I just stopped by and haven't tried anything there :))


After a few moment of sight seeing then we decided to search it at another bakery store or cafe. Then taraaaaaaaaa.... we found it at Eaton Bakery. Finally the famous rainbow cake already on my hand and I'm ready to try it.


I cut it down and let it entered my mouth, chewed it a few moment and tasted it. Hmmm.... You know guys Rainbow cake taste is delicious, but it is not as delicious as its name. For me, it's just a regular sponge cake with sugar icing (cream on it). But children will love it for sure, since its taste is sweet and you see it's so colorful and very attractive. Yeah, frankly speaking I prefer tiramisu cake :D

I also bought "Steamed Green Tea Bread" and they categorized this bread as healthy bread. As you know, usually healthy food is not delicious but this bread I really recommend it. Its texture is really smooth and melted in your tongue. It's delicious and also healthy. You should try it. This is it (Ups... sorry It's a little bit messy as I've eaten it a half LOL) :DDD


Yeah at least I've tried this "Rainbow Cake" and no more curiosity. My next objection is to find out "The Red Velvet Cake", they said it's even more delicious. Let's just figure out how is its taste! Maybe next week ;)
Have a nice weekend guys! :)

Sunday, August 5, 2012

Renungan Ramadhan: Antara Doa dan Usaha

Kala itu malam tengah merajuk manja merdu merayu sang bulan agar melaju perlahan. Rupanyanya dia masih ingin bercengkerama dengan Sang Senja yang tak pernah bisa dia temui secara lama. Pertemuan mereka meski hanya sejenak setiap harinya, namun senantiasa meninggalkan kesan mendalam di antara keduanya.

"Wahai Sang Bulan berilah waktu sedikit lebih lama untuk kami kali ini." Rajuk Sang Malam merdu merayu.
"Baiklah tapi bantu aku merayu Sang Awan untuk menutupi aku sejenak. Bila tidak aku bisa kena masalah nanti. Tidak setiap hari aku bisa melanggar aturan Sang Waktu, Malam." Sahut Sang Bulan.
" Terima kasih atas pengertianmu, duhai Bulan. Aku sudah memikirkannya dan Sang Awanpun telah siap membantu." Sang Malam tersenyum ceria demi mendengar permohonannya dikabulkan oleh Sang Bulan.


Aku mengamati percakapan mereka dari balik jendela kamar sembari tersenyum. Namun begitulah realita kehidupan. Tak senantiasa seiring dan sejalan dengan harapan kita. Namun sesungguhnya akan selalu ada celah dan jalan bagi kita untuk memperjuangkannya. Petunjuk dan jalan akan senantiasa terbuka bagi yang percaya dan mau berusaha. Bukankah Dia telah berjanji seperti tersurat dalam firman-Nya:

....Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.... (QS Ar Ra'du ayat 11)

Bilamana Sang Pencipta sudah berjanji maka sesungguhnya kau tak perlu ragu atau bimbang. Kau hanya perlu sedikit lebih berusaha. Sesungguhnya doa saja tak akan cukup, kau juga perlu berusaha. Namun usaha tanpa doa juga akan kurang rasanya. Usaha tanpa doa apabila mendatangkan keberhasilan akan melenakan, membuat kita lupa dan takabur. Sehingga perlu ada keseimbangan di antara keduanya agar kita senantiasa menjadi makhluk yang bersyukur. Sesungguhnya syukur akan menambah nikmat dan berkah. Semoga kita senantiasa termasuk sebagai golongan hamba yang bersyukur.

Wednesday, June 27, 2012

I've Learned

(This text, which I found on the Internet, is attributed to me. I did not write it, but I think worth reproducing here)


I’ve learned that you cannot make someone love you. All you can do is be someone who can be loved. The rest is up to them;
I’ve learned that no matter how much I care, some people just don’t care back;
I’ve learned that it takes years to build up trust, and only seconds to destroy it.
I’ve learned that you can get by on charm, for about fifteen minutes. After that, you’d better know something;
I’ve learned that either you control your attitude or it controls you.
I’ve learned that no matter how hot and steamy a relationship is at first, the passion fades and there had better be something else to take it’s place.
I’ve learned that sometimes the people you expect to kick you when you’re downhill are the ones to help you get back up.
I’ve learned that sometimes when I’m angry I have the right to be angry.
I’ve learned that true friendship continues to grow, even over the longest distance. Same goes for true love.
I’ve learned that just because someone doesn’t love you the way you want them to doesn’t mean that they don’t love you with all they have.
I’ve learned that maturity had more to do with what types of experiences you’ve had and what you’ve learned from them and less to do with how many birthdays you’ve celebrated.
I’ve learned that your family won’t always be there for you.
I’ve learned that no matter how good a friend is, they’re going to hurt you every once in a while.
I’ve learned that it isn’t always enough to be forgiven by others. Sometimes you have to forgive yourself.
I’ve learned that no matter how bad your heart is broken, the world doesn’t stop for your grief.
I’ve learned that our background and circumstances may have influenced who we are, but we are responsible for who we become.
I’ve learned that just because two people argue, it doesn’t mean they don’t love each other. And just because they don’t argue, it doesn’t mean they do.
I’ve learned that we don’t have to change friends if we understand that friends change.
I’ve learned that two people can look at the exact same thing and see something totally different.
I’ve learned that no matter how you try to protect your children, they will eventually get hurt and you will get hurt in the process.
I’ve learned that your life can be changed in a matter of hours by people who don’t even know you.
I’ve learned that it’s hard to determine where to draw the line between being nice and not hurting people’s feelings and standing up for what you believe.

Sunday, March 4, 2012

Merindui Ayah

Bagiku Ayah adalah sosok yang kukenal lewat selembar foto masa silam kala beliau masih bersama Bunda, lalu seiring waktu akupun lebih mengakrabi Ayah lewat sepenggal cerita dari Bunda. Mengapa demikian? Karena ayahku telah pergi jauh sebelum kelahiranku.

Dahulu bila rinduku pada Ayah membuncah, akupun akan meminta Bunda bercerita tentangnya, lalu bundakupun akan memulai dan mengulangi cerita yang sama. Bunda senantiasa bercerita bahwasanya Ayah adalah sosok yang penyayang, perhatian, penyabar, serta pintar dan tiap kali Bunda memotong kuku tangan dan kakiku, beliau akan berujar, "Nduk, bentuk jari kaki dan tanganmu sangat mirip dengan Ayahmu, kulitmu juga warisan dari Ayahmu." Memang bila memperhatikan kulit Bunda yang sawo matang, bisa dipastikan kalau kulit kuning langsatku adalah warisan dari Ayah.

Selembar foto yang makin menua itu kini kusimpan rapat-rapat dalam sebuah kotak. Kotak itu kusimpan dengan rapih agar tak seorangpun tahu bahwa aku masih menyimpan gambar ayah disana. Yah....tak seorangpun tahu, bahkan Bundapun tak tahu. Apalagi semenjak kepergian Bunda, rasanya hampir semua orang melarangku untuk mengenang ataupun merindui ayah. Mereka selalu beralasan bahwa mengenang ayah hanya akan membuatku semakin sedih. Mereka tak pernah sedikitpun tahu bahwa larangan mereka itulah yang justru membuatku makin sedih. Meski bertahun-tahun aku berusaha untuk melupakan ayah, namun rasanya itu tak pernah bisa kulakukan.

Saat aku menginjak dewasa, kerinduanku pada Ayahpun semakin membuncah. Kerinduan yang selalu membuatku bingung pada siapakah harus kusampaikan? Semakin lama kutahan, semakin sakit pula aku karena rindu ini!

"Rindu itu seperti api di dalam sekam, makin lama kurasakan semakin membara membakar dadaku."

Pada akhirnya dalam pencarianku akan sosok ayah, akupun bertemu dengan dia. Sesosok 'ayah' yang kucari. Beliau adalah sosok yang cool, jaim, spontan, kharismatik namun tak pernah kehilangan selera humor, pintar, dan handal, rasanya tak ada persoalan yang buntu bila aku lari padanya. Semakin hari kurasa aku semakin menyayanginya. Dia tahu kapan saat dia harus membelai kepalaku, menuntunku saat aku tak tahu jalan. Diapun tahu kapan saat dia harus memelukku, meraih kepalaku dan menyandarkannya di dadanya. Saat itulah akupun yakin bahwa diapun menyayangiku dan senantiasa siap sedia untukku.

"Dalam pelukanmu kurasakan kehangatan, ketulusan kasih dan perlindunganmu padaku dan aku senantiasa berterima kasih atas semua rasa ini" 

Kadang dalam diam saat kami bersama, ingin rasanya aku bertanya bilamana beliau bersedia menjadi Ayahku? Sehingga aku bisa setiap saat aku bisa memeluknya tanpa merasa canggung bila ada orang yang asing, akupun akan merasa bebas membanggakan dan memamerkan dia pada siapapun tanpa kerlingan heran dari mereka.

Untukmu 'Ayah', hadirmu adalah wujud doaku akan sosok 'Ayahku'. Bagiku merinduimu seperti merindui Ayahku, namun rindu ini terasa nyata dan pengobatnyapun nyata pula. Kebersamaan kita adalah momen berharga yang akan selalu kuhargai dan kurindui. Terima kasih atas segala kasih dan ketulusanmu. Semoga berkah dan rahmat Alloh akan senantiasa menyertai langkahmu.

Sunday, February 19, 2012

Uang Seribu Rupiah

Mentari sudah mulai menyelinap ke peraduannya ketika saya mulai melaju untuk pulang. Lelah dan lapar pun menyerang tak terperi. Sementara saya pribadi bukan tipikal orang yang suka dan bisa menahan lapar. Bila lapar menyerang dan tak segera tersalurkan maka badan saya akan gemetaran, terutama tangan, istilah medisnya tremor. Secara Biologis, proses rasa lapar dimulai ketika asupan glukosa ke otak kurang sehingga otakpun mengirimkan sinyal rasa lapar. Apabila rasa lapar saya tak segera direspon maka berbagai gejala seperti gemetar, keringat dingin dan kadang kala pusingpun ikut menyerang dan bilamana lapar saya mulai kronis kadang kala bahkan saya sampai muntah. Sebagian dari kalian pasti tercengang heran mendengar ceritaku ini. Yah tapi itulah kenyataan dan juga romantika yang saya hadapi mana kala rasa lapar menyerang dahsyat.

Akan tetapi bila lapar itu memang sudah saya niatkan (baca: lapar yang diniatkan=puasa), yaitu manakala bulan puasa atau saat saya menjalankan ibadah puasa maka lapar berikut segala macam gejala-gejala yang menyertainya tersebut tak muncul sama sekali. Kalian heran? Kalian merasa ada yang aneh? Bukan hanya kalian, orang-orang di sekeliling saya sering kali merasakan keheranan yang sama, dan saya sendiripun ikut terheran-heran hehehe...

Tepat beberapa saat mendekati rumah sewaan saya, nun di kejauhan saya melihat ada abang tukang roti. Wah kebetulan sekali ini pikir saya. Saya sudah lapar dan rasanya sebelum bersiap mempersiapkan hidangan makan malam perut saya harus diganjal terlebih dahulu. Saya yakin roti merupakan pilihan paling tepat. Paling tidak saya juga ikut berjasa membantu si Abang menghabiskan barang daganganya supaya dia bisa cepat pulang dan beristirahat.

Sayapun mengamati si Abang pedagang roti dan merasa terenyuh. Dia penuh semangat bekerja menjajakan rotinya dari pagi tepat selepas Subuh hingga petang hari menjelang Maghrib, bahkan kadang kala malam haripun si abang masih berkeliling dengan sepedanya yang butut. Fiuh....sungguh perjuangan yang luar biasa demi keluarga dan masa depannya.

Tak lama berselang sayapun menyetop si Abang Roti dan kemudian terjadilah transaksi antara saya dengannya.
"Bang rotinya dong? Panggil saya ke si Abang Roti.
"Roti apa?" Sahut si Abang pelan.
"Roti pisangnya ada bang?"
"Ada."
"Oya, isinya apa Bang? Keju apa cokelat?"
"Wah saya tidak tahu isinya apa, pokoknya roti pisang itu saja yang saya tahu."  Jawab si abang disertai senyumnya yang polos.

Sayapun menggaruk-garuk kepala saya meskipun tak gatal, saya menggaruknya karena heran. Bagaimana mungkin si Abang tidak tahu isi roti yang dijualnya. Tapi....Ah sudahlah untuk apa saya berdebat dan pusing memikirkan keanehan si Abangnya. Mungkin saja si Abang baru saja menjadi tukang roti jadi belum paham bilamana biasanya roti pisang itu isinya selain pisang biasanya ada tambahan lainnya seperti selai, keju, cokelat, dan lain-lain. Meskipun kadang kala hanya pisang saja tanpa tambahan yang lainnya.

Setelah beberapa saat tercenung, akhirnya sayapun menghampiri si Abang yang sudah siap dengan bungkusan roti di tangannya. Entah kapan dia mengambil rotinya barangkali tadi saat saya tercenung keheranan.
"Berapaan Bang rotinya?"
"Seribu Kak."
"Haaaaah? Maaf Bang berapa tadi harga rotinya? Saya kurang jelas tadi." Tanya saya demi mendengar jawaban si Abang yang janggal di kuping saya.
"Seribu"
"Oh My God!" Teriak saya dalam hati. Hari gini ada roti seharga seribu rupiah di Tangerang pula yang notabene bertetangga dengan Jakarta dan harga makanannya tak jauh berbeda.
"Ya sudah, saya beli dua ya Bang?" Jawab saya.

Tak lama kemudian 2 bungkus roti pisangpun berpindah ke tangan saya. Sayapun menyerahkan uang dua ribu rupiah kepada si Abang.

"Terima kasih ya Bang rotinya" Ucap saya.
"Sama-sama Kak"

Tak lama kemudian si Abangpun bergegas kembali melaju dengan sepeda bututnya meninggalkan saya yang masih terbengong-bengong heran di depan rumah. 

Masya Alloh, ini roti bahan bakunya berapa? 
Berapa upah tenaga kerjanya? 
Berapa untung si pengusaha roti? 
Berapa untung yang didapatkan si Abang? 

Semua pertanyaan itu berkecamuk di kepala saya sambil memandangi 2 bungkus roti yang ada di tangan saya. Bagi yang penasaran dengan bentuk si Roti, beginilah kurang lebih perwujudan si Roti seribu itu.


Tak seburuk bayangmu bukan? Yah memang demikian, si Roti seribu itu tetaplah berwujud roti. Hanya saja tampilannya memang tak semenarik tampilan roti yang ada di gerai-gerai roti yang biasa kalian kunjungi itu.

Demi memuaskan rasa penasaran saya. Akhirnya saya memutuskan untuk mencicipinya meski berbagai ragu berkecamuk di kepala.

Nanti kalau keracunan bagaimana? 
Kalau tidak enak bagaimana?

Sungguh pertanyaan-pertanyaan konyol dan tolol. Kalau rotinya beracun pastinya si Abang sudah lama meringkuk di penjara. Kalau soal rasa, apa yang bisa kauharapkan dari roti seharga seribu rupiah? Pasti hanyalah kenyang semata.

Setelah menepiskan semua ragu dan tanya sayapun mulai menikmati roti tersebut. Perlahan saya mulai membuka bungkusnya. Saya pun mulai menggigit ujungnya, mengunyahnya secara perlahan, menikmati rasanya dengan seksama bak gaya para pakar kuliner itu. Kunyahan pertama pun mulai memasuki kerongkongan saya.

Subhanalloh...
Mata sayapun berkaca-kaca seketika. Roti ini sama sekali tak buruk. Tidak lezat memang namun cukup. Apalagi bilamana mengingat harganya yang hanya seribu rupiah. Barangkali ini adalah roti terenak sepanjang hidup saya. Rotinya lumayan empuk dan isinya pisang asli bukan pisang palsu seperti prasangka saya. Ada kombinasi cokelat yang menurut saya rasanya agak aneh meski tak pula buruk. Sepertinya si pembuat roti mencampur cokelat bubuk dengan tepung sehingga cokelat hanya sebagai essence (aroma) saja. Maklumlah namanya juga roti seribu rupiah. Secara keseluruhan menurut saya roti ini lumayan, apalagi bila mengingat harganya yang hanya seribu dan saya yang menikmatinya di tengah rasa lapar. Rasa lapar sayapun menguap setelah menghabiskan satu bungkus roti ini.

Seminggu sebelumnya saya terheran-heran dengan cerita teman saya soal roti yang dijual di depan pabrik tempat kerjanya. Yah roti itu berharga Rp 2000,-. Roti dua ribu itu jadi menu andalan untuk sarapan paginya. Sama seperti saya diapun heran. Namun sarapan paginya jadi tambah nikmat karena roti itu seringkali ditemani sekotak susu Utra. Saya yakin dia akan lebih heran lagi mendengar saya menemukan roti seharga seribu rupiah :)

Setelah lima tahun tinggal di kota ini baru hari ini saya menyadari bahwa stigma Jakarta dan kota sekitarnya mahal itu tak mutlak 100% benar adanya. Jika di kotaku dengan seribu rupiah kita sudah bisa mendapat nasi megono plus bakmi yang mengenyangkan. Namun siapa nyana kalau disini ternyata dengan seribu rupiah pun saya juga bisa dikenyangkan dengan sepotong roti pisang.

Tak hanya roti pisang ini saja yang bisa mengenyangkan perut saya dengan hanya merogoh kocek dan mengeluarkan uang seribu rupiah. Masih ada gorengan nikmat, makanan favorit sejuta umat. Tepatnya tak jauh dari tempat tinggal saya ada tukang gorengan yang menjual dagangannya hanya seharga Rp 500,- (gopek) per potongnya. Kalian pasti akan bilang, "Ah sudah biasa kalau gorengan harganya sepotong hanya Rp 500,- ". Eits....tunggu dulu! Gorengan ini beda dari yang biasanya kau jumpai itu kawan! Gorengan ini sungguh besar, seukuran gorengan seharga Rp 2000,- di kantin kantor. Wujudnya juga rupawan, pertanda minyak yang digunakan untuk menggorengnya juga bersih. Tak seperti aneka rupa gorengan yang biasanya dijajakan di pinggir jalan itu. Bahkan seorang sahabat yang pernah saya ajak ke tukang gorengan murah meriah itupun mengakui kalau gorengan di situ enak, mirip sama gorengan yang ada di kota Semarang tempat kami kuliah dulu. Meski pada awalnya dia sempat ragu dan heran.

Oya selain makanan, di kota ini kamupun masih bisa mendapatkan baju lho....  
"Ah baju apan?"
Baju layak pakai lah. Lebih tepatnya baju bekas ataupun kadang kalau sisa ekspor.
"Dimana? Hari gini mana ada baju seharga itu!"
Ada kok, di Pasar Senen Jakarta Pusat. Kala itu secara tak sengaja saya dan seorang kawan secara tak sengaja mengobrak-abrik Pasar Senen dengan tujuan utama mencari jam tangan mainan buat gonta-ganti di kala bosan. Berhubung waktu itu sudah terlalu sore sehingga kami tak berhasil mendapatkan apa yang kami cari. Akhirnya kami memutuskan untuk iseng menggelandang ke area pakaian bekas. Wow disini benar-benar surga belanja jeans, jaket, dan kalau matamu jeli kawan, kalian bisa mendapatkan baju keren dengan harga yang sangat bersahabat. Bahkan kami juga menemukan bursa pasar baju seharga 1000 saat menjelang petang hari. Para pedagang itu menggelar dagangannya di area parkir motor yang mulai menyepi kala senja. Saya yakin yang begini pasti jarang bahkan mungkin tak ada di kota kalian bukan?

Jika kalian pandai mix and match (memadu padankan) maka kalian pun bisa berpenampilan keren tanpa harus membayar mahal. Simak saja penampilan para fashion blogger muda kita seperti Bethanny Putri  ataupun Heidy F.M. Kalalo, kadang kala penampilan keren mereka itu adalah hasil blusukan mereka di pasar-pasar seperti Pasar Senen dan Pasar Baru bukan hasil belanja dari pusat perbelanjaan terkenal. Namun lihat saja mereka malah menjadi trend setter karena pandainya mereka  nge-mix match baju-baju tadi. Bayangkan ternyata uang seribu juga mampu mengubah penampilan kita menjadi keren? Ajaib bukan?

Kita memang kadang kala sering dibutakan oleh kepongahan dunia sehingga kadang kala kita melupakan kebersahajaan uang kecil ini. Kita mengingatnya hanya saat kita membutuh uang parkir, ongkos angkota, ataupun hanya untuk saweran bagi para pengamen yang bersliweran. Kadang kala saat genting di depan toilet umum kita juga akan mencari-cari uang seribu ini dengan penuh cemas dan harap. Namun selebihnya kita lebih sering melupakan keberadaannya. Kita lupa kalau uang seribu ini sering pula menyelamatkan hajad hidup kita.

Cobalah kau ingat berapa banyak uang seribu yang bisa kau kumpulkan dalam sehari? Harga barang yang biasa kau beli di pusat perbelanjaan itu saja rata-rata kurang seribu rupiah dari harga seharusnya. Andai kau tahu bahwa itu semata-mata hanya demi mengaburkan dan mengecoh mata sang pembeli yang mengira harga barang tersebut lebih murah daripada seharusnya. Lihat saja bandrol barang yang bertebaran disana: 89.000, 99000, 109000, 119000, dan lain-lain. Saat kita membeli barang seharga Rp 89.000,- kita akan berpikir bahwa harga barang tersebut adalah delapan puluh ribuan, kita tak pernah menyadari bahwa sesungguhnya itu berharga Rp 90.000,- namun hanya kurang seribu rupiah saja. Itulah tipu daya pertokoan. Itu karena kita sering menyepelekan uang seribu rupiah. Betapa hebatnya uang seribu ini mengecoh dan memperdaya kita. Padahal tanpa seribu, uang Rp 999.999.000,- pun tak akan jadi semilyar. Sekarang coba kita hitung berapa banyak uang seribu yang kita buang dalam sehari? Apakah pembuangan dan pemborosannya cukup bermakna? Harusnya kita mulai menyadari bahwasanya yang sedikit ini bila dikumpulkan akan menjadi sesuatu yang besar dan berarti.

Ada lagi seorang kawan yang berkisah tentang seorang operator di pabriknya yang menjual jasa untuk membelikan makan siang bagi karyawan lainnya dengan upah hanya seribu rupiah per orang per hari. Setiap hari rata-rata ada 20-50 orang menitip pesanan makan siang ke si Bapak. Sebagian orang mungkin berpikir..."Ah hanya seribu kok upahnya daripada saya mesti capek-capek mengantri dan berpanas ria demi mendapatkan makan siang". Tapi siapa nyana bila mana uang seribu ini dikumpulkan? Paling tidak si Bapak bisa mengantongi 20-50 ribu per hari. Jumlah yang cukup lumayan untuk tambahan uang belanja si Ibu di rumah. Sementara gaji si Bapak bisa untuk membayar tagihan listrik dan uang sekolah anak-anaknya. Kadang saya juga tak habis pikir bagaimana dengan gaji rata-rata satu juta tiga ratus rupiah per bulan ini, si Bapak harus menghidupi isteri dan anak-anaknya? Bingung rasanya membayangkan bagaimana cara si Bapak dan isterinya mengatur keuangan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Untunglah ide cemerlang si Bapak yang mengumpulkan uang seribu ini bisa sedikit membantu meringankan beban hidup mereka.

Selaras dengan kata pepatah bahwasanya "Sedikit demi sedikit lama-lama akan menjadi bukit". Bila kita sabar dan tekun maka uang seribuan yang kita kumpulkan akan menjadi harta karun yang tak terkira. Itulah mungkin filosofi yang dipegang oleh si Bapak. Terbukti pula bahwa si penolong bukanlah si uang puluhan ribu namun hanya selembar uang seribu yang dikumpulkan dengan tekun oleh si Bapak. Satu lagi kesalutan saya pada si Bapak, menurut teman saya pesanan makan siang para karyawan yang dititipkan melalui si Bapak tak pernah salah ataupun meleset. Sungguh luar biasa si Bapak ini. Ingatan beliau pastilah sangat kuat atau paling tidak beliau senantiasa membawa buku catatan kecil untuk mencatat pesanan para pelanggannya. Pastilah beliau salah seorang yang memegang teguh filosofi "Pelanggan adalah raja", sehingga beliau berusaha sekuat tenaga untuk senantiasa memuaskan para pelanggannya. Jadi kalau esok hari, saat makan siang tiba saya melihat seorang Bapak yang tengah sibuk mondar-mandir memesan makanan kesana kemari pastilah itu si Bapak yang dikisahkan oleh kawan saya. Sesaat sayapun terdiam dan ikut berdoa dalam hati, semoga semakin banyak orang yang menitip makan siang ke si Bapak. Amin Ya Rabb.

Dalam hatipun saya berjanji bahwa mulai sekarang dan seterusnya saya akan berusaha untuk lebih menghargai uang seribu ini. Mari kita senantiasa belajar untuk menghargai sesuatu yang kecil karena sesungguhnya hal besar itu seringkali dimulai dari sesuatu yang kecil. Seperti halnya uang seribu rupiah, meskipun ia kecil namun perannya dalam perekonomian kita tak dapat dikesampingkan begitu saja dan meski berperan besar dia tetap bersahaja, sederhana dan berkharisma. Dia berperan dari urusan perut, transportasi, hiburan, perparkiran sampai penunaian  hajadmu. Bahkan tak jarang pemunculannya di saat genting sangatlah ditunggu.

Yah itulah uang seribuku sayang. 
Yang sering hilang.
Yang sering melayang.
Yang sering dilupa.
Namun tetap bersahaja.

Selamat menikmati akhir pekanmu kawan, semoga menyenangkan dan indah selalu hari-harimu kawan :)


Wednesday, January 4, 2012

Ikhtiar... "Sedia Payung Sebelum Hujan"


Alhamdulillaahirabbil 'aalamiin. Allahuma shalli 'ala Muhammad wa'ala aalihi washahbihii ajmai'iin.

Saudaraku tentu sangat mengenal ungkapan “Sedia Payung sebelum Hujan”. Sebuah ungkapan yang menggambarkan kesiapan kita. Jika hujan kita siap, tidak hujan pun kita siap. Demikian pula dalam hidup ini. Tidak layak kita mengunci diri hanya dengan satu kemungkinan. Kita harus siap menerima apapun yang akan terjadi. Baik yang kita sukai ataupun yang tidak kita sukai. Karena manusia punya rencana, Allah pun punya rencana.

Bagi orang-orang yang kuat iman, tidak akan pernah gentar menghadapi kenyataan apapun. Yang dia gentarkan adalah jikalau dia tidak ikhlas menjalaninya. Allah tidak menerima, kecuali yang berasal dari hati yang tulus. Dan yang kita gentarkan adalah kita mogok di tengah jalan. Karena tidak pernah bersungguh-sungguh melakukan yang terbaik. Kita tidak pernah rugi, jika telah melakukan sesuatu yang terbaik.

Percayalah, siap menghadapi kenyataan apapun, maka akan bisa menikmati kenyataan apapun. Kita tidak akan pernah rugi jikalau kita bersungguh-sungguh meluruskan niat dan menyempurnakan ikhtiar. Wallahu a’lam

Sungguh berat menerima kenyataan...meskipun pedih dan perih kita harus siap menerimanya..
Baik itu baik ataupun buruk..Insya Allah ini yang terbaik..
Allah punya rahasia..meski kadang terasa pahit..percayalah ini yang terbaik..
Ada hikmah di balik setiap kejadian..Mungkin tidak untuk sekarang..mungkin baru akan terasa manfaatnya di kemudian hari..
Berat memang..tapi kita harus selalu siap..menghadapi apapun..apapun itu..yang terbaik adalah terus berikhtiar..disertai doa tiada henti..Jangan sempat termangu merenungi kegagalan..selalu ada kereta selanjutnya..jadi kejarlah..
Percayalah..Allah tau yang terbaik untuk kita...
Semoga kita termasuk hamba yang beruntung..yang selalu berada dalam rahmat dan lindungan-Nya..

Note:
Catatan ini adalah pengingat bagi diriku...agar aku terus semangat.. meski kadang kaki ini tersandung dan terseok-seok karena kelelahan..aku harus terus maju..menantang hari esok..
Ya Allah..karuniailah hambamu dengan kesabaran..keikhlasan menerima segala ketentuan-Mu..
Rahmatilah setiap langkah hamba ya Allah...


Laili's